Hal-hal yang Harus Diperhatikan Saat Menyunting (Editing) dan Mengoreksi (Proofreading) Terjemahan

Sebagai penerjemah, saya wajib melakukan koreksi (proofreading) dan penyuntingan (editing) untuk terjemahan yang saya kerjakan sebelum dikirim ke klien. Biasanya, ini saya lakukan tiga kali. Ini saya lakukan sesuai dengan waktu yang masih tersisa sebelum tenggat pengiriman terjemahan. Jika waktunya agak mepet – terutama ketika mengerjakan terjemahan dalam volume besar – biasanya saya melakukan swasunting (self-editing) sebanyak dua kali saja. Pertama, setelah terjemahan selesai saya akan membacanya ulang dari awal. Setelah itu, saya akan beristirahat selama kurang lebih 30 menit atau satu jam sebelum kembali ke depan layar komputer dan membaca ulang terjemahan saya.

Saya juga kerap mendapat pekerjaan proofreading dan editing hasil terjemahan penerjemah lain. Kedua pekerjaan ini serupa, tapi tak sama. Biasanya klien memberi instruksi lengkap mengenai apa saja yang harus diperhatikan ketika menyunting atau mengoreksi suatu terjemahan.

Menyunting (Editing)

Penyuntingan biasanya mencakup pemeriksaan konten terjemahan secara keseluruhan, kesesuaian gaya bahasa yang digunakan dengan pembaca sasaran, struktur penulisan, alur terjemahan, dan ketepatan penerjemahan kata, istilah, atau kalimat. Klien akan memberitahu teks terjemahan diperuntukkan bagi kalangan mana dan gaya bahasa seperti apa yang harus digunakan dalam teks agar pesan yang disampaikan bisa tepat sasaran. Misalnya, teks untuk iklan produk kecantikan tidak boleh diterjemahkan dengan kata-kata dan gaya bahasa formal seperti terjemahan untuk dokumen pelatihan karyawan korporat.

Penerjemah juga harus memastikan bahwa terjemahan yang dihasilkan terkesan alami dan tidak kaku saat dibaca. Inilah pentingnya terjemahan dibaca oleh penyunting atau penerjemah lain. Ini untuk memastikan bahwa susunan kalimat dan penggunaan kata sudah sesuai dengan keinginan klien dan pembaca sasaran. Penerjemah bisa saja melakukan swasunting, tapi terjemahan tetap wajib dibaca oleh sepasang atau dua pasang mata lain untuk melihatnya secara keseluruhan dari sudut pandang berbeda.

Struktur kalimat dan konsistensi istilah yang digunakan dalam teks terjemahan yang disunting juga harus disesuaikan dengan tuntutan klien. Penyunting dan penerjemah buku dan novel biasanya bekerja sama sejak awal proses penerjemahan untuk memastikan pemenuhan tenggat terjemahan yang biasanya tidak terlalu panjang dan mempermudah proses secara keseluruhan, terutama konsistensi penerjemahan idiom atau kata-kata tertentu di dalam buku atau novel yang diterjemahkan. Sedangkan penerjemahan teks iklan, modul pelatihan, situs web, iklan, atau jenis teks lainnya biasanya mengikuti alur TEP, yaitu Translation, Editing, and Proofreading secara berturut-turut. Terkadang, penerjemah tidak tahu siapa yang menyunting atau mengoreksi terjemahannya. Ini berlaku jika proyek yang dikerjakan berasal dari agensi, bukan klien langsung.

Hal yang tak kalah penting yang harus diperhatikan kala menyunting terjemahan adalah ketepatan penerjemahan kata, istilah, idiom, atau bahkan frasa dan kalimat. Jika sampai ada kesalahan dalam penerjemahan idiom atau bahkan kata, akan fatal akibatnya bagi isi terjemahan secara keseluruhan. Inilah alasan penerjemah dan penyunting harus bekerja dengan hati-hati, teliti, dan tidak terburu-buru. Penerjemah dan penyunting harus benar-benar memahami dan memperhatikan konteks. Ambil contoh sederhana saja, yaitu we yang dapat diterjemahkan menjadi ‘kita‘ dan ‘kami‘ dalam bahasa Indonesia. Untuk mengetahui kata mana yang harus digunakan dalam terjemahannya, kita harus memahami kalimatnya terlebih dulu.

Mengoreksi (Proofreading)

Bagaimana dengan proofreading atau mengoreksi terjemahan? Umumnya, proofreading dilakukan di akhir proyek, yaitu setelah penerjemahan dan penyuntingan. Hal-hal yang harus diperhatikan saat mengoreksi terjemahan adalah penggunaan tanda baca, ejaan, dan tata bahasa.

Tugas penyunting dan proofreader sama beratnya. Proofreader juga harus membaca teks terjemahan dengan sangat teliti untuk memastikan tidak ada penggunaan tanda baca yang salah, seperti penggunaan koma alih-alih titik untuk mengakhiri suatu kalimat, atau penggunaan huruf kecil di awal kalimat yang seharusnya diawali dengan huruf kapital. Hal-hal kecil semacam ini tidak boleh luput dari mata jeli proofreader. Jika kesalahan kecil seperti ini banyak ditemui dalam terjemahan, artinya kualitas pekerjaan penerjemah kurang maksimal.

Alat yang paling umum digunakan oleh proofreader adalah fitur pemeriksa ejaan atau spell checker yang ada di perangkat lunak pengolah kata seperti Microsoft Word. Meski sudah menggunakan spell checker, proofreader tetap harus membaca teks terjemahan dengan saksama untuk memastikan tidak ada kesalahan sekecil apa pun yang terlewat.

Tata bahasa dalam terjemahan juga harus diperhatikan dan diperiksa oleh proofreader. Ada baiknya proofreader bekerja didampingi kamus dan buku pedoman umum lain, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baik versi daring maupun cetak. Ketika saya melakukan proofreading, biasanya saya akan melakukannya secara berurutan, yaitu memeriksa tanda baca terlebih dulu, lalu diikuti oleh pemeriksaan ejaan, dan tata bahasa. Ini membantu saya tetap fokus dan membuat proofreading jadi lebih efektif karena saya tidak akan dibingungkan oleh beberapa hal berbeda di saat yang bersamaan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.