Alasan Saya Menekuni Profesi Sebagai Penerjemah Lepas (Why I Become A Freelance Translator)

Tiap kali bertemu keluarga atau kerabat, atau berinteraksi dengan orang dan kenalan baru, pertanyaan tentang pekerjaan saya selalu muncul. Wajar saja jika orang ingin tahu tentang pekerjaan saya. Saya pun masih enteng saja menjawabnya dengan “Saya penerjemah.” Nah, jawaban saya ini selalu berujung ke pembicaraan panjang lebar mengenai penerjemahan dan penjurubahasaan. Lalu saya pun akan menjelaskan dengan sabar mengenai apa saja yang saya kerjakan sebagai penerjemah dan juru bahasa. 

Whenever I meet a family member, relatives, or new people, they always ask me about what I do for a living. There’s nothing wrong with being asked such question, I think. I always have the same answer anyway, and that is “I’m a translator.” I will then get asked tons of follow-up questions and have to explain patiently about what a translator does. 

Photo by Pixabay on Pexels.com

Kenapa kerja jadi penterjemah (baca: penerjemah)? Bukannya pekerjaan ini tidak menjanjikan? Kan pekerjaan ini tidak menanggung pensiun kita di masa depan? Kamu gak ingin jadi pegawai negeri? Memangnya, jadi penerjemah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari? Enak ya, gak perlu bayar pajak. Penerjemah itu ngapain aja sih? Kantornya di mana, ya? Dan segudang pertanyaan lain yang bikin puyeng, bahkan kadang membuat kesal juga, hahaha! Ada yang mengira profesi ini sama dengan juru ketik, lho! Bahkan, ada yang dengan polosnya berkata, “Kan tinggal lihat di Google Translate, Mbak. Gampang.” Duh, sedih saya mendengarnya 😦

Why do you choose to be a ‘penterjemah’ (incorrect spelling and pronunciation of the word ‘translator’ in Indonesian language that’s still commonly heard) Don’t you think it doesn’t have a future? You don’t get subscribed to a retirement plan in this kind of job, do you? Oh lucky you, you don’t have to pay taxes. Can you make a living as a translator? What do you actually do as a translator? Do you work in an office? And a plethora of nagging questions, hahaha! Some people even think a translator IS a typist. Oh well… Someone even said this to me, “You can just copy and paste a sentence on Google Translate, then voila… you got your translation!” Duh! 

Photo by Daria Shevtsova on Pexels.com

Mengapa saya memilih profesi penerjemah? Alasan saya di awal adalah karena saya tipe orang yang pemalu. Lho, apa hubungannya? Monggo, ketawa dulu deh sebelum lanjut membaca 🙂 Begini, saya dulu berpikir bahwa menjadi penerjemah adalah pekerjaan di belakang layar. Saat menerjemahkan dokumen, saya tidak harus berbicara langsung dengan orang lain. Cukup duduk di depan komputer, dengan interaksi sosial yang minimal, hehehe. Memang sebagian besar komunikasi dan interaksi saya dengan pemberi proyek dan sesama penerjemah lebih banyak dilakukan secara tidak langsung. Lewat email, pesan singkat, atau chat dengan aplikasi perpesanan daring. Namun, lambat laun saya menyadari bahwa pekerjaan ini tetap memerlukan interaksi sosial secara langsung. Apalagi ketika harus bekerja dalam tim dan terlibat dalam workshop untuk suatu proyek besar yang mengharuskan penerjemah berada di satu tempat selama beberapa waktu bersama editor dan project manager. Selain itu, ketika menerima tawaran bekerja sebagai juru bahasa, saya juga harus bertatap muka dengan klien dan banyak orang lain di tempat penyelenggaraan acara.

Why did I choose to work as a translator? Honestly, it was because I’m an introvert. But what does it have to do with being a translator? well, here’s what I thought back then. As a translator, my task is to translate documents and I can do it by sitting in front of my computer. I don’t have to interact with people, at least not as much. In the beginning, that was the case. Emails, texts messages, and messengers were my main channels for interaction with clients and other fellow translators. However, there would be times when I got to work in teams with project managers, other translators, and editors for big language projects and we had to work from the client’s office for a certain period of time. In addition to that, I also take interpretation assignments in which I have to meet the clients in person.  

Akhirnya, setelah sekian tahun menekuni profesi ini, saya sadar bahwa bagaimanapun juga, saya adalah makhluk sosial yang mau tak mau tetap harus berinteraksi dengan manusia lainnya. Itu tak bisa dipungkiri. Sekarang saya sudah tidak pemalu seperti dulu lagi. Yaa, setidaknya kepercayaan diri saya jauh lebih baik dari sepuluh tahun yang lalu, dan saya belajar banyak hal dari profesi ini. Salah satu yang penting dari sekian banyak hal itu adalah bagaimana menjaga sikap profesional dalam keadaan apa pun. Bertemu klien yang cerewet dan suka bersikap seenaknya sudah bukan hal baru, termasuk menjawab pertanyaan aneh-aneh seperti yang saya sebutkan di awal tulisan ini 🙂 Kini, saya bisa menghadapi semuanya dengan dewasa dan tetap mengedepankan profesionalisme. 

After few years of working as a translator and an interpreter, I finally realize that I AM still a social creature, I AM a human being who needs to socially interact with other human beings. That’s naturally what we as human beings do daily.  Now I can confidently admit that I’m not as shy as I was years ago. At least, I am more confident when I speak and interact with others. I’ve learnt so much from being a translator, and one of the most important lessons is how to keep professional attitude in any circumstances. Meeting fussy or snarky clients don’t make me upset as much as it used to. Now, I can even answer more annoying questions in a calm and professional manners 😉

Desi is a certified English – Indonesian translator and conference interpreter. She’s a native Indonesian and her specializations are technology and human resources. She also translates materials pertaining education, aviation security, online language learning, and fisheries. She has performed interpretation in numerous national dan international conferences and events. She’s into books, writing, movies, and learning foreign languages. Desi manages a blog where she writes and shares about her experience as a linguist as well as tips and tricks to to work and maintain career as a translator and interpreter. Desi is a member of Association of Indonesian Translators (HPI) and Association of Indonesian Conference Interpreters (AICI). Follow her on Instagram, Twitter, Facebook, and LinkedIn.  For questions about translation and interpretation services or quotes, send email to hello@desimandarini.com.

3 thoughts on “Alasan Saya Menekuni Profesi Sebagai Penerjemah Lepas (Why I Become A Freelance Translator)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.