Juru Bahasa Kepolisian dan Pengadilan

Saat mendengar kata “polisi” atau “pengadilan”, pasti yang terbayang di benak kita adalah hal-hal yang menegangkan dan penuh istilah hukum yang terdengar asing di telinga. Jangankan menjadi juru bahasa di kantor polisi atau ruang pengadilan, memasuki kedua ruangan itu saja sudah membuat hati deg-degan dan gugup. Ini juga yang terjadi pada saya ketika beberapa waktu lalu dimintai bantuan untuk menjadi juru bahasa seorang asing berkebangsaan Inggris yang terlibat dalam satu kasus pembunuhan di Kuta, Bali pada tahun 2016 lalu.

Saat itu adalah kali pertama saya menjadi juru bahasa di kantor polisi. Pihak penyidik di Kepolisian Kota Denpasar memerlukan juru bahasa untuk mendampingi orang asing tersebut dalam proses penyidikan dan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Saya merasakan ketegangan yang cukup berarti ketika pertama kali memasuki ruang pemeriksaan. Namun, setelah mendapat pengarahan tentang kasus tersebut dari petugas penyidik dan pengacara, saya akhirnya mulai agak santai dan selanjutnya bisa menjalankan pekerjaan dengan baik selama kurang lebih enam hari.

Sebagai juru bahasa profesional, saya wajib mengetahui apa saja yang boleh dan tidak boleh saya lakukan ketika melakukan pekerjaan ini. Apa saja yang tidak boleh saya lakukan selaku juru bahasa saat menjadi juru bahasa untuk seseorang yang terlibat dalam kasus hukum?

  • Menambahkan atau mengurangi ucapan klien atau pihak kepolisian sesuka hati agar terdengar meyakinkan
  • Memberikan atau menambahkan opini pribadi kepada klien atau penyidik kepolisian yang dapat menghambat atau mempengaruhi jalannya pemeriksaan
  • Memberitahukan apa saja yang saya terjemahkan di dalam ruang pemeriksaan kepolisian kepada pihak luar, baik itu media masa, teman, maupun anggota keluarga

Sebagai juru bahasa, saya harus bersikap netral dan tidak memihak. Semua hal dan percakapan yang berlangsung di dalam ruang pemeriksaan kepolisian maupun selama persidangan harus dijaga kerahasiaannya. Jika tidak, nama si juru bahasa yang menjadi taruhannya karena nantinya akan dicap tidak profesional dan tidak mematuhi kode etik profesi.

Selagi membahas tentang penjurubahasaan untuk kepolisan dan pengadilan, kebetulan bulan lalu saya mengikuti pelatihan penjurubahasaan yang berfokus di bidang hukum dan diselenggarakan oleh  Himpunan Penerjemah Indonesia Komisariat Daerah (Komda) Bali. Fasilitator pelatihan ini adalah seorang juru bahasa yang sudah sangat berpengalaman membantu pihak kepolisian dan kejaksaan selama kurang lebih 20 tahun. Beliau adalah Bapak Wayan Ana.

Dalam pelatihan yang beliau pimpin, saya belajar lebih banyak tentang  tata cara bekerja sebagai juru bahasa, khususnya dalam mendampingi klien di pengadilan dan kepolisian. Beliau memberi banyak contoh nyata tentang pengalaman dan kesulitan yang beliau hadapi selama bekerja sebagai juru bahasa bidang hukum. Saya dan para peserta pelatihan juga mendapat kesempatan untuk bermain peran dan berlatih dalam suasana yang dirancang sedemikian rupa seperti di dalam ruang sidang pengadilan.

IMG_4260

Pak Wayan Ana membagikan ilmunya dengan cara yang sangat menarik dan menyelipkan banyak gurauan di sela-sela pemaparan. Ini membuat suasana pelatihan santai dan menyenangkan. Pelatihan yang berlangsung sejak pukul sembilan pagi hingga lima sore jadi terasa begitu singkat. Saya dan peserta lain mendapatkan bekal ilmu tambahan untuk memantapkan profesi sebagai juru bahasa. Pak Wayan Ana berkenan berbagi ilmu dengan kami karena beliau juga menginginkan adanya pergantian generasi juru bahasa pengadilan di Bali yang selama ini hampir sebagian besar ditangani oleh beliau. Beliau juga berpesan agar kami menimba ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya untuk memupuk kepercayaan diri dan profesionalisme agar nantinya dapat menjalankan profesi ini dengan semakin baik.

Saya sangat setuju dan terkesan dengan apa yang beliau sampaikan. Bagi saya, profesi sebagai penerjemah dan juru bahasa SELALU menuntut saya untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan. Jangan pernah beranggapan kita sudah cukup mengetahui tentang profesi kita, lalu merasa tinggi hati dan enggan belajar dan berbagi ilmu dengan sesama penerjemah dan juru bahasa. Inilah yang akan membuat kita tertinggal dan menurunkan kualitas pekerjaan kita. Caranya? Ya salah satunya dengan rajin mengikuti pelatihan, seminar, dan berjejaring dengan rekan-rekan seprofesi 🙂

“Develop a passion for learning. If you do, you will never cease to grow.”

— Anthony J. D’Angelo

5caff17f-6312-4037-aaea-b78efba5e1e3

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.