Sebagai penerjemah profesional yang sudah berkarier lebih dari sepuluh tahun di industri ini, saya selalu merasa terharu sekaligus bahagia tiap kali hari ini tiba pada tanggal 30 September setiap tahun. Bahkan mungkin lebih bahagia daripada saat saya berulang tahun, hahaha!
Dengan makin majunya teknologi dan berkembang pesatnya Akal Imitasi (AI atau kecerdasan buatan) dan Penerjemahan Mesin (MT atau Machine Translation), banyak pekerja bahasa di seantero dunia yang merasa khawatir, takut, bahkan panik. Mengapa? Mereka merasa akan segera kehilangan pekerjaan. Takut jika nantinya semua terjemahan akan diambil alih oleh mesin dan AI, yang makin hari makin cerdas. Hmmm, apakah kamu juga merasa begitu?
Menurut hemat saya, penerjemahan oleh manusia tidak akan pernah tergantikan sepenuhnya oleh mesin. Meskipun ada bidang-bidang yang akan sangat terbantu (bahkan bisa diotomasikan) oleh MT dan AI, nuansa ter-rumit dan paling spesifik dalam bahasa tidak akan bisa sepenuhnya digantikan oleh mesin. Mesin dilatih oleh manusia, dan keluarannya hanya akan sebaik apa yang diumpankan ke dalamnya. Bila ada teks yang sangat spesifik atau memuat unsur budaya unik, misalnya, mesin akan menghasilkan terjemahan yang kurang tepat. Mesin tidak bisa menangkap unsur khas yang hanya bisa dipahami oleh otak manusia. Walaupun bisa menghasilkan terjemahan dengan akurasi 100%, nuansa tertentu tidak akan bisa diterjemahkan dengan pas oleh mesin.
Jadi, apa kunci utama menghadapi perkembangan teknologi ini? Saya rasa, spesialisasi di bidang tertentu dan penguasaan kita akan teknologi tersebut justru akan membantu kita berjalan maju berdampingan dengan AI, MT, dan kawan-kawannya. Kuasai mereka dengan baik dan manfaatkan kekuatannya, alih-alih merasa takut, cemas, dan tersaingi. Ubah diri kita menjadi penerjemah yang menguasai MTPE (Machine Translation Post Editing) dan teknik-tekniknya dengan baik dan mampu menggunakan AI untuk membantu kelancaran proses penerjemahan. Sebagus-bagusnya hasil terjemahan mesin, buah pikiran manusia tidak akan pernah tergantikan sepenuhnya oleh mesin.
Saya bukan pakar teknologi, yaaa. Saya hanya menulis berdasarkan pengalaman saya bekerja dengan klien yang makin lama banyak mengandalkan mesin untuk melakukan penerjemahan serta apa yang saya baca di media mengenai hal itu.
Nah, daripada cemas dan takut membabi-buta karena teknologi, mending kita mengakrabkan diri dan ‘menggandengnya’ untuk maju bersama. Sudah siap? 🙂
Oh, ya. Hari ini, Himpunan Penerjemah Indonesia Pusat juga mengadakan webinar berbagi pengalaman seputar dunia penerjemahan yang diisi oleh empat penerjemah berpengalaman. Kalau kamu ingin hadir dan turut menyimak, silakan mendaftar lewat tautan di foto berikut ini, ya. Acara ini terbuka juga untuk umum, lo.
Yuk, rayakan hari istimewa bagi penerjemah ini dengan menyusun rencana pengembangan profesi dan terus berlatih.
Terima kasih sudah membaca dan sampai jumpa di tulisan saya berikutnya!


Hai! Saya Desi, penerjemah bersertifikat HPI untuk pasangan bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, sekaligus juru bahasa profesional. Saya berbagi pengalaman sebagai penerjemah lepas melalui blog dan siniar saya “Being a Translator: a Podcast by Desi Mandarini“. Saat ini, saya masih menjadi anggota aktif Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) sejak tahun 2010, dan Perhimpunan Juru Bahasa Konferensi Indonesia (AICI). Ingin tahu lebih banyak tentang pekerjaan saya? Mari berteman di Instagram, Twitter, Facebook, atau LinkedIn. Punya pertanyaan atau komentar? Kirimkan saja melalui surel ke info@desimandarini.com. Salam sukses!